Masyarakat
Baduy sejak dahulu memang selalu berpegang teguh kepada seluruh
ketentuan maupun aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Pu’un (Kepala
Adat – red) mereka. Kepatuhan kepada ketentuan-ketentuan tersebut
menjadi pegangan mutlak untuk menjalani kehidupan bersama. Selain itu,
didorong oleh keyakinan yang kuat, hampir keseluruhan masyarakat Baduy
Luar maupun Baduy Dalam tidak pernah ada yang menentang atau menolak
aturan yang diterapkan sang Pu’un.
Setelah Tim “Explore Indonesia ”
terjun langsung melakukan observasi untuk keperluan liputan edisi ini
ke masyarakat setempat, terbukti bahwa dengan menjalani kehidupan sesuai
adat dan aturan yang ditetapkan oleh Kepala Adat di sana, tercipta
sebuah komunitas dengan tatanan masyarakat yang amat damai dan
sejahtera. ”Di masyarakat Baduy, tidak ada orang kaya, namun tidak ada
orang miskin.” Demikian pernyataan Bapak Dainah, Kepala Desa Kanekes
yang membawahi seluruh wilayah tempat pemukiman Suku Baduy, di Kabupaten
Lebak, Banten.
Kehidupan
mereka, hakekatnya, sama seperti layaknya kehidupan masyarakat lainnya.
Hanya saja yang membedakannya adalah begitu banyak aturan tradisional
yang terkesan kolot yang harus mereka patuhi. Berikut sekelumit goresan
perjalanan “Explore Indonesia ” tentang beberapa aturan adat Orang Baduy.
Bulan Puasa/Kawalu
Kami
berangkat dari Jakarta pada tengah malam, dan tiba di subuh hari Sabtu
yang cukup dingin di Desa Ciboleger, terminal pintu masuk wilayah Baduy
Luar. Ketika pagi datang, kami beranjak berangkat berjalan kaki ke
pemukiman Suku Baduy. Menjelang keluar dari terminal kami bertemu salah
satu Wakil Jaro (wakil kepala kampung) dari Baduy Dalam, bernama
Mursyid. Dari obrolan dengan beliau pagi itu, kami mendapatkan banyak
informasi yang dibutuhkan. Ternyata kedatangan kami pada saat itu
tergolong sial, karena masyarakat Baduy Dalam sedang melaksanakan puasa
yang dinamakan Kawalu. Di saat Kawalu ini, orang dari luar komunitas
Baduy Dalam dilarang keras memasuki wilayah mereka.
Kami
tentu saja sempat terkejut dengan keterangan itu, terutama karena saat
kunjungan bukan bulan puasa (Ramadhan) seperti yang dilakukan oleh umat
Islam. Juga, kedatangan kami di hari Sabtu, bukan Senin atau Kamis yang
disunah-kan bagi umat Islam untuk melakukan puasa. Namun, itulah yang
menjadi awal ketertarikan kami untuk mengulas budaya serta adat-istiadat
masyarakat Baduy. Inilah salah satu ketentuan adat Baduy Dalam, mereka
harus menjalani puasa yang mereka disebut “Kawalu” dan jatuh bulannya
adalah di Bulan Adapt. Di saat Kawalu, ada banyak kegiatan adat dan
tidak ada kegiatan lain. Semua kegiatan yang dilakukan difokuskan kepada
prosesi Kawalu. Pada bulan ini mereka tidak diperbolehkan membetulkan
rumah atau selamatan-selamatan melainkan mempersiapkan penyambutan
datangnya hari besar bagi masyarakat Baduy yang disebut Seba,
berakhirnya masa Kawalu. Satu-satunya kegiatan utama sebagai pesiapan
yang mereka lakukan adalah mengumpulkan hasil panen padi dari
ladang-ladang mereka dan menumbuknya menjadi beras. Dalam satu tahun
masyarakat Baduy melaksanakan puasa selama 3 bulan berturut-turut sesuai
dengan amanah adat-nya.
Pernikahan
Di
dalam proses pernikahan yang dilakukan oleh masyarakat Baduy hampir
serupa dengan masyarakat lainnya. Namun, pasangan yang akan menikah
selalu dijodohkan dan tidak ada yang namanya pacaran. Orang tua
laki-laki akan bersilaturahmi kepada orang tua perempuan dan
memperkenalkan kedua anak mereka masing-masing.
Setelah mendapatkan kesepakatan, kemudian dilanjutkan dengan proses 3 kali pelamaran. Tahap Pertama, orang tua laki-laki harus melapor ke Jaro (Kepala Kampung) dengan membawa daun sirih, buah pinang dan gambir secukupnya. Tahap kedua,
selain membawa sirih, pinang, dan gambir, pelamaran kali ini dilengkapi
dengan cincin yang terbuat dari baja putih sebagai mas kawinnya. Tahap ketiga, mempersiapkan alat-alat kebutuhan rumah tangga, baju serta seserahan pernikahan untuk pihak perempuan.
Pelaksanaan
akad nikah dan resepsi dilakukan di Balai Adat yang dipimpin langsung
oleh Pu’un untuk mensahkan pernikahan tersebut. Uniknya, dalam ketentuan
adat, Orang Baduy tidak mengenal poligami dan perceraian. Mereka hanya
diperbolehkan untuk menikah kembali jika salah satu dari mereka telah
meninggal. Jika setiap manusia melaksanakan hal tersebut, wah….!
alangkah indahnya hidup ini.
Hukum di Tatanan Masyarakat Baduy
Menurut
keterangan Bapak Mursyid, Wakil Jaro Baduy Dalam, beliau mengatakan
bahwa di lingkungan masyarakat Baduy, jarang sekali terjadi pelanggaran
ketentuan adat oleh anggota masyarakatnya. Dan oleh karenanya, jarang
sekali ada orang Baduy yang terkena sanksi hukuman, baik berdasarkan
hukum adat maupun hukum positif (negara). Jika memang ada yang melakukan
pelanggaran, pasti akan dikenakan hukuman. Seperti halnya dalam suatu
negara yang ada petugas penegakkan hukum, Suku Baduy juga mempunyai
bidang tersendiri yang bertugas melakukan penghukuman terhadap warga
yang terkena hukuman. Hukuman disesuaikan dengan kategori pelanggaran,
yang terdiri atas pelanggaran berat dan pelanggaran ringan.
Hukuman ringan
biasanya dalam bentuk pemanggilan sipelanggar aturan oleh Pu’un untuk
diberikan peringatan. Yang termasuk ke dalam jenis pelanggaran ringan
antara lain cekcok atau beradu-mulut antara dua atau lebih warga Baduy.
Hukuman Berat
diperuntukkan bagi mereka yang melakukan pelanggaran berat. Pelaku
pelanggaran yang mendapatkan hukuman ini dipanggil oleh Jaro setempat
dan diberi peringatan. Selain mendapat peringatan berat, siterhukum juga
akan dimasukan ke dalam lembaga pemasyarakatan (LP) atau rumah tahanan
adat selama 40 hari. Selain itu, jika hampir bebas akan ditanya kembali
apakah dirinya masih mau berada di Baduy Dalam atau akan keluar dan
menjadi warga Baduy Luar di hadapan para Pu’un dan Jaro. Masyarakat
Baduy Luar lebih longgar dalam menerapkan aturan adat dan ketentuan
Baduy.
Rutannya
Orang Baduy, atau lebih tepat disebut tahanan adat, sangat jelas
berbeda dengan yang dikenal masyarakat umum di luar Baduy. Rumah Tahanan
Adat Baduy bukanlah jeruji besi yang biasa digunakan untuk mengurung
narapidana di kota-kota, melainkan berupa sebuah rumah Baduy biasa dan
ada yang mengurus/menjaganya. Selama 40 hari sipelaku bukan dikurung
atau tidak melakukan kegiatan sama sekali. Ia tetap melakukan kegiatan
dan aktivitas seperti sehari-harinya, hanya saja tetap dijaga sambil
diberi nasehat, pelajaran adat, dan bimbingan. Uniknya, yang namanya
hukuman berat disini adalah jika ada seseorang warga yang sampai
mengeluarkan darah setetes pun sudah dianggap berat. Berzinah dan
berpakaian ala orang kota, sebagaimana kita berpakaian di masyarakat
kota, juga termasuk pelanggaran berat yang harus diberikan hukuman
berat. Ah, ternyata…..! masyarakat Baduy tidak pernah berkelahi sama
sekali, paling hanya cekcok mulut saja.
Setelah
melihat dan melakoni sepenggal perjalanan ini, kami memahami bagaimana
patuhnya masyarakat Baduy terhadap segala peraturan yang telah
ditetapkan oleh Pu’un mereka. Kepatuhan dan ketaatan itu dijalani dengan
“enjoy” tanpa penolakkan apapun. Hasilnya? Kekaguman akan dirasakan
oleh semua orang yang berkunjung ke sana; mereka amat rukun, damai, dan
sangat sejahtera untuk ukuran kecukupan kebutuhan hidup sehari-hari.
Itulah yang kami rasakan sebagai kesimpulan dari perjalanan menyelami
salah satu suku tradisional yang tinggal tidak seberapa jauh dari
metropolitan Jakarta.
Perkampungan
Baduy dihuni oleh komunitas yang selain kental dengan ketentuan adat,
mereka juga murah senyum loh….! Secara jujur, setiap kita enggan
berpaling dari pandangan kepada sosok Orang Baduy, terutama yang tinggal
di Baduy Dalam. Ternyata wajah dan tubuh Orang Baduy sangat bersih
tanpa cacad dan noda! Seperti wajah Bapak Mursyid, Wakil Jaro Baduy
Dalam yang sempat kami temui itu, tidak ada yang namanya jerawat
menempel di wajahnya, amat mulus walaupun mereka mandi tidak
diperbolehkan menggunakan sabun, shampoo serta sikat gigi. Setiap Orang
Baduy Dalam yang kami jumpai di perjalanan, juga memiliki penampilan
tubuh yang sama, bersih, jernih, tanpa kudis, kurap dan sebagainya.
Seperti halnya para lelaki, wanita Baduy pun memiliki badan yang putih,
bersih, tanpa noda dan cantik-cantik. Tapi sayang, kita sebagai
masyarakat luar Baduy, yang bukan dari suku Baduy Dalam maupun Baduy
Luar tidak diperbolehkan untuk meminang gadis Baduy.
0 komentar:
Posting Komentar