Status Pengelolaan Kawasan Taman Nasional Ujung Kulon
Tahun 1846, Kekayaan
flora dan fauna Ujung Kulon pertama kali
diperkenalkan oleh Junghun dan Hoogerwerf ahli
botani berkebangsaan eropa. Pada waktu itu mereka
melakukan perjalanan ke Semenanjung Ujung Kulon untuk
mengumpulkan beberapa species tumbuhan tropis yang eksotik.
Satu dekade kemudian, keragaman speciesnya dinyatakan dalam laporan perjalanan ilmiah yang dimasukkan ke dalam jurnal ilmiah.
Tahun 1883, Pada
bulan Agustus gunung Krakatau meletus, menghasilkan gelombang tsunami
yang menghancurkan kawasan perairan dan daratan di Ujung Kulon serta
membunuh tidak hanya manusia akan tetapi satwa dan tumbuhan. Pada saat
itu seluruh kawasan Ujung Kulon diberitakan hancur. Sejak letusan gunung
Krakatau yang dahsyat tersebut, kondisi Ujung Kulon tidak banyak
diketahui, sampai kemudian dilaporkan bahwa kawasan Ujung Kulon sudah
tumbuh kembali dengan cepat.
Tahun 1921, Ujung Kulon dan Pulau Panaitan ditetapkan oleh Pemerintah Hindia Belanda sebagai Cagar Alam Ujung Kulon-Panaitan melalui SK. Pemerintah Hindia Belanda No. 60 tanggal 16 Nopember 1921.
Tahun 1937, Dengan keputusan Pemerintah Hindia Belanda No 17 tanggal 14 Juni 1937 diubah menjadi Suaka Margasatwa Ujung Kulon-Panaitan
Tahun 1958, berdasarkan
SK. Menteri Pertanian No. 48/Um/1958 tanggal 17 April 1958 berubah
kembali menjadi kawasan Suaka Alam dengan memasukan kawasan perairan
laut selebar 500 meter dari batas air laut surut terendah Semenanjung
Ujung Kulon, dan memasukkan pulau-pulau kecil di sekitarnya seperti
Pulau Peucang, Pulau Panaitan, dan pulau-pulau Handeuleum (pulau Boboko,
pulau Pamanggangan)
Tahun 1967, Dengan
SK. Menteri Pertanian No. 16/Kpts/Um/3/1967 tanggal 16 Maret 1967, Gn
Honje selatan seluas 10.000 ha masuk kedalam kawasan Cagar Alam Ujung Kulon.
Tahun 1979, Gn Honje utara masuk kawasan Cagar Alam Ujung Kulon melalui SK. Menteri Pertanian No. 39/Kpts/Um/1979 tanggal 11 Januari 1979, seluas 9.498 ha.
Tahun 1980, Tanggal 15 Maret, melalui pernyataan Menteri Pertanian, Ujung Kulon mulai dikelola dengan sistem manajemen Taman Nasional.
Tahun 1984, Dibentuklah
Taman Nasional Ujung Kulon, melalui SK. Menteri Kehutanan No.
96/Kpts/II/1984, yang wilayhnya meliputi: Semenanjung Ujung Kulon seluas
39.120 ha, Gunung Honje seluas 19.498 ha, Pulau Peucang dan Panaitan
seluas 17.500 ha, Kepulauan Krakatau seluas 2.405,1 ha dan Hutan Wisata
Carita seluas 95 ha.
Tahun 1990, Berdasarkan
SK. Dirjen PHPA No. 44/Kpts/DJ/1990 tanggal 8 Mei 1990, kawasan Taman
Nasional Ujung Kulon mengalami pengurangan dengan diserahkannya
Kepulauan Krakatau seluas 2.405,1 ha kepada BKSDA II Tanjung Karang,
Hutan Wisata Gn. Aseupan Carita seluas 95 ha kepada Perum Perhutani Unit
III Jawa Barat. Selanjutnya luas kawasan TN. Ujung Kulon berubah
menjadi 120.551 ha meliputi kawasan daratan 76.214 ha dan kawasan
perairan laut seluas 44.337 ha.
Tahun 1992, Ujung Kulon ditetapkan sebagai Taman Nasional
dengan SK. Menteri Kehutanan No. 284/Kpts-II/1992 tanggal 26 Pebruari
1992. Meliputi wilayah Semenanjung Ujung Kulon, Pulau Panaitan, Pulau
Peucang, P. Handeuleum dan Gunung Honje. Dengan luas keseluruhan 120.551
ha, yang terdiri dari daratan 76.214 ha dan laut 44.337 ha.
Tahun 1992, Taman Nasional Ujung Kulon ditetapkan sebagai The Natural World Heritage Site oleh Komisi Warisan Alam Dunia UNESCO dengan Surat Keputusan No. SC/Eco/5867.2.409 tahun 1992 tanggal 1 Pebruari 1992.
0 komentar:
Posting Komentar